RAMADHAN: BULAN TARBIYAH, DAKWAH, DAN KEMENANGAN


oleh Dr. Edi Suharyadi, M.Eng.
 Allah SWT mewajibkan setiap mukmin untuk berpuasa, sebagaimana firmanNya dalam QS Al Baqarah 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Bulan Ramadhan dengan segala kelebihan dan keutamaannya adalah proses tarbiyah yang datangnya langsung dari Allah SWT. Hasil dari proses tarbiyah tersebut adalah lahirnya pribadi mukmin yang bertaqwa. 
Ada beberapa ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan karakteristik pribadi muslim yang bertaqwa. Satu diantaranya ada dalam QS Al Baqarah 177: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. 
Dalam ayat tersebut Allah memberikan definisi al birr (kebajikan) yang harus menjadi karakteristik orang yang bertaqwa. Dalam ayat yang lain Allah SWT “mensejajarkan” antara menjaga ketaqwaan dengan “perintah” agar setiap mukmin tidak mati selain dalam keadaan Islam. Padahal kematian adalah sebuah kepastian yang tidak diketahui kapan datangnya. Sehingga “menjaga” agar tetap “islami” di setiap saat dan keadaan adalah satu-satunya pilihan, sebagai salah satu perwujudan dari pribadi yang bertaqwa.
Dari beberapa ayat tersebut, Allah hendak menjadikan puasa Ramadhan sebagai momentum lahirnya individu yang berkepribadian islami (As-Syakhsiyah Islamiyah), yakni pribadi dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Memiliki pemahaman aqidah yang bersih (utuh) lantaran keyakinannya kepada Allah, hari akhir, malaikat dan kitab-kitab, serta para nabi.
2. Beribadah secara benar seperti senantiasa mendirikan sholat dan senantiasa membayar zakat.
3. Maknawiyah (intergritas moral) yang mapan, seperti yang terpancar dari sifat sabar terhadap kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.

Proses Tarbiyah
Sudah umum, bahwa terbentuknya individu yang berkepribadian islami akan melalui sebuah proses, salah satunya proses itu kita kenal sebagai tarbiyah. Dan dengan puasa di bulan Ramadhan, Allah SWT hendak mentarbiyah langsung hamba-hambanya guna terbentuknya individu berkepribadian islami. Tarbiyah dengan segala proses dan tujuan yang ada di dalamnya, seperti Tansyi’ah (pembentukan), Ri’ayah (pemeliharaan), Tanmiyah (pengembangan), Taujih (pengarahan) dan Tauzhif (Pemberdayaan), secara utuh bisa dijumpai dalam ibadah dan aktivitas lainnya selama bulan Ramadhan. 

1. Tansyi’ah (pembentukan)
Salah satu sisi penting dalam proses Tansyi’ah ini adalah pembentukan ruhiyah maknawiyah. Pembentukan ruhiyah maknawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan ibadah wajib dan sunnah seperti qiyamul lail, shaum, tilawah Qur’an, dzikir dan lain sebagainya. Dan selama Ramadhan Allah SWT membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk maraih semua keutamaan yang Allah SWT janjikan di setiap aktivitas ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan. 
Beberapa contoh hadits yang menjelaskan keutamaan menjalankan Ibadah selama Ramadhan adalah sebagai berikut:
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda: "Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.' Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi." 
Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda : "Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah). Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi). Setiap individu harus mampu menjadikan sarana-sarana tarbiyah selama Ramadhan dalam membentuk pribadi pada sisi ruhiyah maknawiyahnya dan dirasakan serta disadari olehnya bahwa ia sedang menjalani proses pembentukan ruhiyah maknawiyah.

2. Ri’ayah (pemeliharaan)
Proses pembentukan dalam ruhiyah maknawiyah, termasuk fikriyah dan amaliyah yang sudah atau mulai terbentuk harus dijaga dan dipelihara jangan sampai ada yang berkurang, menurun atau melemah. Dengan demikian kualitas dan kuantitas ibadah yang dilakukan selama Ramadhan harus tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Kemampuan kita dalam menjaga ruhiyah maknawiyah salah satunya bisa dilihat dari bagaimana kita menjalani hari-hari akhir Ramadhan dan melewati beberapa hari setelah Idul Fitri. 
Kita menyaksikan bahwa banyak kaum muslimin yang “tumbang” di hari-hari akhir Ramadhan, salah satunya karena “aroma” Idul Fitri sudah mulai terasa. Tapi, tidak bagi individu yang merasakan bahwa ia sedang menjalani proses tarbiyah. Tidak boleh ada penurunan dalam tilawah yaumiyah dan qiyamul lailnya. Apalagi di 10 hari terakhir ada masa di mana Allah SWT menurunkan malam Lailatul Qadar yakni malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Kemampuan untuk melakukan Ri’ayah (pemeliharaan) akan meberikan semangat untuk melewati Ramadhan dengan segala keutamaannya secara utuh. Begitu juga dalam melewati beberapa hari setelah Idul Fitri, proses tarbiyah itu ternyata belum berhenti. Seolah Allah SWT hendak memberitahukan kepada kita semuanya, bahwa hanya mereka yang mampu melakukan Ri’ayah (pemeliharaan) semangat Ramadhan sampai Idul Fitri (bulan Syawal) tiba yang akan mendapatkan manfaat dan keutamaan bulan Ramadhan. Seperti yang Rasulullah SAW sabdakan dalam sebuah hadits: Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda: "Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." (Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya). 
Membiasakan puasa sunnah setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah SWT menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala 'amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.

3. At Tanmiyah (pengembangan).
Dalam menjalani ibadah selama Ramadhan, setiap mukmin tidak boleh puas dengan apa yang sudah dikerjakannya, apalagi menganggap sudah sempurna. Senantiasa ingin meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, memperbaiki kekuarangan serta mengejar semua keutamaan yang Allah SWT janjikan selama Ramadhan hendaklah menjadi spirit bagi setiap mukmin yang berpuasa. 
Pelajaran berharga dari Allah SWT dapat dilihat dalam QS Al Baqarah 187: “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa” Dalam ayat tersebut Allah SWT menghalalkan untuk bercampur dengan istri di malam hari, tapi di sisi lain Allah melarangnya saat kita beri’tikaf di masjid. Padahal memperbanyak i’tikaf di masjid adalah salah satu aktivitas yang dianjurkan selama Ramadhan. Disinilah ada proses tarbiyah dari Allah SWT kepada kita untuk senantiasa melakukan At Tanmiyah (pengembangan). Meskipun bercampur dengan istri di malam hari diperbolehkan, tapi bagi mereka yang senantiasa ingin melakukan peningkatan kualitas ibadah selama Ramadhan akan memilih untuk i’tikaf di masjid. 
Pengembangan diri juga terkandung dalam hikmah dianjurkannya puasa 6 hari di bulan Syawal. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar). Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa puasa Sunnah 6 hari di bulan Syawal adalah sebagai penyempurna dari puasa Ramadhan yang kita lakukan.

Dakwah dan Kemenangan
Badar al Kubro yang merupakan awal peperangan besar di jaman Rasululloh, menentukan “hidup-mati”nya kaum muslimin dan momentum yang menentukan dakwah Rasululloh di era-era selanjutnya, terjadi di bulan Ramadlan. Futuh Mekkah juga terjadi di bulan Ramadlan. Pada bulan Ramadhan pula, Thariq bin Ziyad bersama armada tempurnya menyeberangi selat Giblartar (Jabal Thariq) demi melakukan penaklukan di Andalusia, Spanyol. Momentum awal masuknya Islam ke Eropa. Ini menjadi inspirasi betapa Ramadlan telah memproduk begitu banyak alumni unggulan yang izzah-nya membentang sepanjang jaman. 
Ramadhan telah memberikan kemenangan yang besar bagi kaum muslimin generasi terdahulu. Mereka tetap setia menjaga Islam, meninggikan Islam, berdakwah membela Islam, memajukan Islam, meski harus nyawa taruhannya. Uniknya lagi, perjuangan yang mereka lakukan justru di saat fisik mereka manahan rasa lapar dan haus karena sedang melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan. Salah satu produk Ramadhan adalah sabar. Allah SWT berfirman: ”Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (QS Al Anfal 65). 
Kader-kader dakwah yang mampu mengoptimalkan kerjanya dengan memanfaatkan momentum Ramadhan untuk meraih kemenangan. Apalagi di era sekarang, arus dakwah seakan semakin tak terbendung. Ia mengalir laksana aliran air yang memenuhi setiap lorong kehidupan. Keharusan melakukan ekspansi dakwah, telah mengantarkan para kadernya pada beragam ruang publik. Dakwah ini akan banyak berhadapan dengan beragam peluang, juga tantangan dan cobaan. Cemoohan, beragam tudingan-tudingan negatif, black Campaign dan manufer dari para musuh-musuh dakwah adalah beberapa diantaranya untuk menghentikan laju dakwah ini. Atau bahkan rayuan-rayuan, beragam fasilitas kemewahan dan fasilitas kehidupan dan harta benda, juga ikut menghiasi ujian-ujian yang akan diterima oleh para kader dakwah. Sehingga mihwar ini juga menuntut para kadernya tidak hanya piawai dalam menyampaikan materi-materi halaqah, tapi ia juga seorang yang sabar dan berahlaq.
Ramadhan akan melahirkan kader-kader dakwah yang tangguh, jika kita bisa lulus dari proses Tarbiyah Ramadhan dengan nilai yang maksimal. Orang yang tertempa makan (sahur) di saat enaknya orang tertidur lelap, mereka yang berdiri lama malam hari dalam shalat qiyam Ramadlan setelah siangnya berlapar-haus, juga menahan semua pembatal lahir-batin, sudah sepantasnya mampu mengatasi masalah-masalah da’wah dan kehidupannya, tanpa keluhan, keputusasaan atau kepanikan. Yang biasa menggenggam api jangan diancam dengan percikan air. Mereka ummat yang biasa menantang dinginnya air di akhir malam, lapar dan haus di terik siang. Jika kita belajar dari para pendahulu, generasi terbaik yang pernah tercatat dalam sejarah, optimalisasi pada ekspansi dakwah di bulan Ramadhan ini, seharusnya akan mengantarkan kita kepada simpul kemenangan-kemenangan dakwah. 

Penutup
Demikianlah proses tarbiyah yang hendak Allah SWT tunjukkan kepada setiap mukmin dalam menjalani ibadah Ramadhan. Muara yang hendak ingin dicapai dari semua proses tarbiyah tersebut adalah terbentuknya individu yang bertaqwa dan berkepribadian islami. Terlebih lagi bagi para da’i (kader dakwah) yang senantiasa berjuang membela al-haq (kebenaran) berperang melawan al-bathil (kebatilan), Ramadhan akan benar-benar dimaknani dan dimanfaatkan guna meningkatkan kualitas Maknawiyahnya. Karena ia adalah salah satu faktor utama dalam memenangkan “peperangan abadi” tersebut. 

oleh Dr. Edi Suharyadi, M.Eng.

Read more »

Perkawinan Islam dan Demokrasi di Turki


Oleh Ahmad Syafi’i Maarif
Adalah Celalettin Yavuz, deputi direktur Pusat Turki untuk Hubungan Internasional dan Analisis Strategis, yang menjawab pertanyaan Susanne Gusten dari New York Times (15 Juni 2011), mengapa Erdogan demikian populer di kalangan rakyat Arab, tidak lain karena keberhasilannya mengawinkan Islam dengan demokrasi. Sebelumnya, Erdogan sudah menegaskan bahwa Turki di bawah komandonya akan terus berjuang bagi tegaknya hak-hak rakyat di kawasan itu untuk keadilan, pemerintahan berdasar kan hukum, kebebasan, dan demokrasi.
Kemenangan AKP dalam Pemilu 2011, membuka kesempatan kepada Turki untuk langsung mendekati rakyat di Asia Barat Daya dan Afrika Utara untuk tujuan reformasi demokrasi dan ekonomi di wilayah yang penuh gejolak itu. Melalui pendekatan baru ini, tujuan strategis Ankara adalah dalam rangka membantu segala upaya agar kawasan itu menjadi makmur yang sekaligus menawarkan peluang bagi pertumbuhan ekonomi Turki.
Jika itu menjadi kenyataan, peran Iran yang juga ingin berperan sebagai “yang dipertuan” di sana akan berkurang de-ngan sendirinya. Kecurigaan kepada Iran banyak terkait dengan paham Syi’ahnya yang agresif, sementara mayoritas pendu duk Arab adalah penganut Sunni, seperti halnya Turki. Baik Turki maupun Iran dari sisi etnis bukanlah bagian dari bangsa Arab yang berlatar belakang darah Semit itu.
Ibrahim Kalin, penasihat Erdogan untuk urusan politik luar negeri, mengatakan perubahan merupakan kunci bagi stabilitas untuk kawasan itu. Ditegaskannya bahwa Turki akan mendukung proses transisi ke arah demokrasi, sebuah sikap yang tidak membahagiakan penguasa-penguasa dikta tor Arab yang masih saja ingin bertahan. Dengan strategi langsung mendekati rakyat, Ankara berharap agar angin peru bahan akan bertiup lebih cepat, sekalipun pihak Barat tidak otomatis mendukung nya.
Politik langsung mendekati rakyat pasti akan banyak kendalanya, karena para pengua sa masih ingin bertahan di singgasana kekuasaan yang terbukti korup selama ini. Tetapi, Erdogan setelah ke me nangan ketiganya ini sudah menegaskan bahwa politik itu akan menjadi agendanya ke depan. Sekarang tokoh-tokoh independen Arab telah banyak ber kunjung ke Turki untuk mengamati dari dekat mengapa Islam di sana bisa bergaul dengan demokrasi. Turki seka rang telah tampil sebagai pahlawan hak-hak asasi manusia dan demokrasi di kawasan itu.
Demokrasi di Turki tidak hanya berhenti pada tataran serimoni dan prosedur, tetapi juga langsung mengangkat nasib rakyat untuk merasakan kesejahteraan dan kemakmuran, sekalipun belum merata. Cobalah simak fakta ini: sejak AKP memenangi pemilu tahun 2002 GDP ( gross domestic product) Turki telah meningkat menjadi tiga kali lipat, dengan pendapatan per kepala tahun 2002 sebesar 3.492 dolar AS menjadi 10.079 dolar AS tahun 2010.
Dibandingkan dengan Turki, perkiraan pendapatan per kepala di Indonesia tahun 2010, menurut Hatta Rajasa, adalah 3.000 dolar AS. Tetapi, orang tidak boleh menutup mata bahwa angka pengangguran secara nasional di Turki masih sekitar 11,5 persen, terutama di pedalaman dan kawasan timur dan tenggara yang sangat kontras dengan wilayah Barat, seperti Istanbul dan Izmir.
Dalam pemilu yang lalu, ada sebuah paradoks dalam politik Turki: para pemilih AKP adalah orang kaya dan sekaligus masyarakat miskin. Profesor Sadir Aybar, ekonom dari Universitas Kadir Has Istanbul, mengatakan, “Inilah paradoks AKP, dan alasan popularitasnya. Ia berhasil memikat orang kaya, kelompok yang dikenal dengan harimau Anatolia dan kalangan miskin.” Aybar bahkan menyindir, “AKP menjadi sebuah partai kaum borjuis yang semakin kaya di Turki.” Kritik-kritik keras semacam ini harus mendapat perhatian dari Erdogan dan AKP agar perkawinan Islam dan demokrasi tidak membuahkan sebuah kesenjangan sosio-ekonomi yang parah.
Masalah krusial lain yang sangat mengganggu adalah konflik antara negara dan PPK (Partai Pekerja Kurdistan) yang belum ada solusi sampai hari ini. Konflik sangat berdarah tahun 1990-an telah merintangi pembangunan ekonomi di belahan tenggara Turki, sebagaimana puluhan tahun berlaku pem ba tas an-pembatasan untuk menembus perdagangan dengan negaranegara tetangga Iran, Irak, dan Suriah.
Oleh sebab itu, Erdogan perlu mempercepat perbaikan hubungan antara Turki dan para tetangganya dengan melonggarkan pembatasan-pembatasan regulasi itu, demi memberi harapan kepada kawasan yang masih terbelakang itu. Juga Ankara perlu mendistribusikan lebih banyak dana untuk kawasan tenggara ini, jangan hanya mengucurkan uang untuk Istanbul sambil membangun jembatan-jembatan baru, kritik Profesor Rahmi Yamak dari Universitas Laut Hitam.
Akhirnya, memang tidak mudah bagi AKP untuk meratakan keadilan bagi seluruh wilayah Turki, tetapi harus dilakukan. Masa depan Turki dan AKP akan sangat bergantung pada keberhasilan atau kegagalan Erdogan mengisi demokrasi yang telah dikawinkan dengan Islam, sebuah agama pembela keadilan.
sumber : http://koran.republika.co.id/koran/28
Read more »

Menkominfo : Remaja Masjid Jangan ‘Kuper’

Program “Online” Masjid Raya (OMR) yang diluncurkan salah satu operator seluler akan mengkoneksikan masjid-masjid besar dari seluruh Indonesia. Target masjid yang akan di-online-kan melalui program ini mencapai 99 Masjid Raya dan Masjid Agung se-tanah air.
Tahap awalnya akan dilaksanakan untuk Pulau Jawa, menyusul kemudian ke wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
OMR yang digarap Telkomsel menggandeng Jaringan Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (JPRMI) merupakan inovasi dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 1432 H, sekaligus membawa berbagai aktifitas syi’ar Islam ke dalam jaringan dakwah digital.
Menteri Komunikasi dan Informasi RI, Tifatul Sembiring yang didaulat meresmikan acara itu sangat mendukung OMR. Program ini, baginya, luar biasa memberikan dampak yang baik, meski belum menjangkau keseluruhan masjid di Indonesia yang begitu banyak.
Di samping itu, Tifatul mengimbau perlunya pemanfaatan internet untuk hal-hal positif. Sebab berbagai informasi yang diterima ada yang benar, ada pula yang salah. Di sinilah perlunya check and recheck, sehingga yang terpenting dalam program tersebut adalah kontennya.
”Apalagi diawali di bulan Ramadhan ini,” ujar Tifatul.
Menteri dari salah satu partai Islam itu juga berharap dengan diluncurkannya OMR, remaja masjid tidak lagi diidentikan negatif.
“Jangan sampai disangka anak-anak remaja masjid itu ‘kuper’ (kurang pergaulan.red). Tidak!,” tegasnya di depan wartawan selepas acara di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan, Ahad (31/7).
Karenanya, Tifatul menganggap koneksi online antar masjid ini cukup menarik untuk pembinaan remaja. Saat ini bangsa Indonesia, dalihnya, sedang mengalami krisis eksistensi identitas akibat banyaknya pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
Adapun konten yang akan dikelola dalam OMR meliputi informasi internal masjid yang di antaranya berisi jadwal shalat, jadwal khatib Jum’at, jadwal kegiatan masjid dan informasi lain. Program ini juga merupakan bentuk dukungan Telkomsel terhadap Gerakan Nasional Ayo Ke Masjid yang digadang JPRMI. Sebelumnya JPRMI sukses menggelar karnaval sambut Ramadhan di Jakarta.[hidayatullah]
Read more »

Habibie: Ilmuwan Nggak Usah Pulang ke Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID,AACHEN - B.J. Habibie memaklumi adanya orang pintar Indonesia yang memilih tidak pulang ke tanah airnya. Meski memilih tinggal di luar negeri, Habibie yakin orang-orang itu tetap cinta Indonesia.
“Dari zaman saya di Eropa, isunya sama: brain drain. Tapi, kita realistis saja. Bagaimana orang pintar mau pulang ke Indonesia kalau tidak ada lapangan pekerjaan di sana,” kata Habibie saat memberikan kuliah umum di kota Aachen, Jerman, Sabtu (30/7).
Ia berbicara banyak soal IPTEK, ekonomi, brain drain, dan kenangan masa mudanya di kota teknik Jerman, Aachen. Antusiasme masyarakat (intelektual) Indonesia memang terlihat di acara ini. Sekitar 470 mahasiswa di daratan Eropa menyempatkan diri datang ke Aachen.
Habibie sendiri terlihat segar, antusias dan seperti biasa penuh senyum. Ia memulai dua sesi kuliah umum dengan menceritakan pengalamannya berkuliah di Aachen pada tahun 1950-an. Ketika panitia mengisyaratkan bahwa waktu yang diberikan terbatas, kakek yang pandai melucu ini berseloroh,“Kekurangan saya memang itu: tidak bisa berhenti kalau sudah ngomong.”
Brain Drain
Pada sesi tanya-jawab, seorang mahasiswi sempat mempertanyakan bagaimana mungkin kualitas sumber daya manusia Indonesia bisa ditingkatkan jika sekolah pun belum terjamin untuk semua anak Indonesia. Habibie menanggapi dengan ringan.
“Indonesia kan punya banyak sekali sumber daya alam. Harusnya SDA itu yang dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemajuan otak manusianya,'' katanya. “Ya, jangan pesimis, dong. Nggak maju-maju kita kalau pesimis terus. Saya yakin Indonesia bisa. Soal kemampuan sih, nggak usah dipertanyakan lagi.”
Masalah brain drain pun Habibie tak cemas. “Bohong itu kalau bilang, orang Indonesia yang di luar negeri are lost people yang nggak punya nasionalisme.”
Menurutnya, pilihan yang realisitis untuk (sementara) bertahan di luar negeri. Apalagi untuk para ilmuwan, kondisi dalam negeri tidak mendukung mereka melakukan riset atau mengembangkan keahlian.
“Tapi saya yakin, jika ada kesempatan, tak ada orang Indonesia yang tidak ingin berbakti pada tanah air,” katanya. “Nggak masalah kalau sekarang mereka ingin ‘mencari bekal’ dulu di luar negeri.”
Read more »

 

KABAR DPC

KIPRAH PEREMPUAN

ASPIRASI